Konversi ekosistem alami menjadi lahan pertanian dan area ekstraksi sumber daya mineral adalah salah satu pendorong utama hilangnya keanekaragaman hayati secara global. Pada saat yang sama, deforestasi dan degradasi hutan di daerah tropis merupakan sumber emisi gas rumah kaca (GRK) terbesar kedua di dunia. Terlepas dari bukti ilmiah mengenai pertanian dan pertambangan sebagai ancaman utama bagi keanekaragaman hayati dan iklim global, batas-batas rantai nilai global terus diperluas hingga ke hutan tropis, yang menyebabkan deforestasi, degradasi hutan, dan hilangnya keanekaragaman hayati.
Organisasi rantai nilai dunia adalah bagian dari masalah: hal ini meningkatkan kebutuhan akan daging dan mineral, meningkatkan jarak antara lokasi ekstraksi dan produksi, serta tempat pemrosesan dan konsumsi akhir. Situasi ini dikenal lewat konsep telecoupling yang menggambarkan interaksi antara sosial-ekonomi dan lingkungan serta sistem manusia dengan lingkungan yang terpisah. Telecoupling ini memisahkan ruang konsumsi dengan dampak sosio-ekologis lokal dari produksi. Dalam beberapa tahun terakhir, konsumen, pemerintah, dan perusahaan yang berbasis di Uni Eropa (UE) semakin gencar mencari solusi untuk mengatasi eksternalitas lingkungan dan sosial dari komoditas impor seperti daging dan mineral. Kepekaan yang baru ini telah menghasilkan peraturan baru (misalnya, peraturan bebas deforestasi dari Uni Eropa), dan juga pengadopsian pedoman praktik terbaik dan skema sertifikasi oleh perusahaan transnasional.
EPICC menerapkan pendekatan tata kelola polisentris dan keadilan lingkungan untuk menyelidiki lima rantai komoditas terpilih seperti daging sapi, kedelai, minyak kelapa sawit, emas, dan timah yang ‘memasok’ pasar Eropa. EPICC berupaya memetakan tata kelola dan hubungan kekuasaan yang menghubungkan berbagai wilayah produksi dan transformasi serta sistem hukumnya yang majemuk dengan ruang regulasi, politik, dan sosio-ekonomi Eropa. Dengan demikian, proyek ini mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor pengungkit dan titik-titik buta, serta menyoroti kondisi mikro dan makro yang dapat memfasilitasi mitigasi dampak lingkungan dan sosial yang terjadi di lokasi-lokasi produksi yang dipilih, yaitu Brazil, Kolombia, dan Indonesia.
EPICC menggunakan pendekatan multi-aktor dan transdisipliner. Keterlibatan pemangku kepentingan merupakan salah satu aspek kunci dalam setiap tahap proyek. Pelaku rantai komoditas merupakan salah satu kelompok sasaran utama dan mencakup semua pelaku yang membentuk, menerapkan, dan terikat oleh struktur tata kelola di sepanjang rantai komoditas yang dipilih.
Brazil
Colombia
Indonesia
Developed by Estúdio Massa